Produk Unggulan Kami

Donut 1
Donut 2
Donut 3

Tuesday, 1 April 2014

Air Mata Rasulullah SAW

Muhammad SAW
Tiba-tiba dari luar pas pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: “Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku – peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku”
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintainya seperti ia mencintai kita? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi sungguh begitu cintanya Rasulullah kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangi mu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu di akhirat.

Dua Polisi yang Menyaksikan Eksekusi atas Sayyid Qutb

Sayyid Qutb
Sayyid Qutb
Ulama, da’i, serta para penyeru Islam yang mempersembahkan nyawanya di Jalan Allah, atas dasar ikhlash kepadaNya, sentiasa ditempatkan Allah sangat tinggi dan mulia di hati segenap manusia.
Di antara da’i dan penyeru Islam itu adalah Syuhada (insya Allah) Sayyid Qutb. Bahkan peristiwa eksekusi matinya yang dilakukan dengan cara digantung, memberikan kesan mendalam dan menggetarkan bagi siapa saja yang mengenal Beliau atau menyaksikan sikapnya yang teguh. Di antara mereka yang begitu tergetar dengan sosok mulia ini adalah dua orang polisi yang menyaksikan eksekusi matinya (di tahun 1966).
Salah seorang polisi itu mengetengahkan kisahnya kepada kita:
Ada banyak peristiwa yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, lalu peristiwa itu menghantam kami dan merubah total kehidupan kami.
Di penjara militer pada saat itu, setiap malam kami menerima orang atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda. Setiap orang-orang itu tiba, atasan kami menyampaikan bahwa orang-orang itu adalah para pengkhianat negara yang telah bekerja sama dengan agen Zionis Yahudi. Karena itu, dengan cara apapun kami harus bias mengorek rahasia dari mereka. Kami harus dapat membuat mereka membuka mulut dengan cara apapun, meski itu harus dengan menimpakan siksaan keji pada mereka tanpa pandang bulu.
Jika tubuh mereka penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan cambukan, itu sesuatu pemandangan harian yang biasa. Kami melaksanakan tugas itu dengan satu keyakinan kuat bahwa kami tengah melaksanakan tugas mulia: menyelamatkan negara dan melindungi masyarakat dari para “pengkhianat keji” yang telah bekerja sama dengan Yahudi hina.
Begitulah, hingga kami menyaksikan berbagai peristiwa yang tidak dapat kami mengerti. Kami mempersaksikan para ‘pengkhianat’ ini sentiasa menjaga shalat mereka, bahkan sentiasa berusaha menjaga dengan teguh qiyamullail setiap malam, dalam keadaan apapun. Ketika ayunan pukulan dan cabikan cambuk memecahkan daging mereka, mereka tidak berhenti untuk mengingat Allah. Lisan mereka sentiasa berdzikir walau tengah menghadapi siksaan yang berat.
Beberapa di antara mereka berpulang menghadap Allah sementar ayunan cambuk tengah mendera tubuh mereka, atau ketika sekawanan anjing lapar merobek daging punggung mereka. Tetapi dalam kondisi mencekam itu, mereka menghadapi maut dengan senyum di bibir, dan lisan yang selalu basah mengingat nama Allah.
Perlahan, kami mulai ragu, apakah benar orang-orang ini adalah sekawanan ‘penjahat keji’ dan ‘pengkhianat’? Bagaimana mungkin orang-orang yang teguh dalam menjalankan perintah agamanya adalah orang yang berkolaborasi dengan musuh Allah?
Maka kami, aku dan temanku yang sama-sama bertugas di kepolisian ini, secara rahasia menyepakati, untuk sedapat mungkin berusaha tidak menyakiti orang-orang ini, serta memberikan mereka bantuan apa saja yang dapat kami lakukan. Dengan ijin Allah, tugas saya di penjara militer tersebut tidak berlangsung lama. Penugasan kami yang terakhir di penjara itu adalah menjaga sebuah sel di mana di dalamnya dipenjara seseorang. Kami diberi tahu bahwa orang ini adalah yang paling berbahaya dari kumpulan ‘pengkhianat’ itu. Orang ini adalah pemimpin dan perencana seluruh makar jahat mereka. Namanya Sayyid Qutb.
Orang ini agaknya telah mengalami siksaan sangat berat hingga ia tidak mampu lagi untuk berdiri. Mereka harus menyeretnya ke Pengadilan Militer ketika ia akan disidangkan. Suatu malam, keputusan telah sampai untuknya, ia harus dieksekusi mati dengan cara digantung.
Malam itu seorang sheikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah, sebelum dieksekusi.
(Sheikh itu berkata, “Wahai Sayyid, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah…”. Sayyid Qutb hanya tersenyum lalu berkata, “Sampai juga engkau wahai Sheikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan kalimat Laa ilaha illa Allah, sementara engkau mencari makan dengan Laa ilaha illa Allah”. Pent)
Dini hari esoknya, kami, aku dan temanku, menuntun dan tangannya dan membawanya ke sebuah mobil tertutup, di mana di dalamnya telah ada beberapa tahanan lainnya yang juga akan dieksekusi. Beberapa saat kemudian, mobil penjara itu berangkat ke tempat eksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer yang membawa kawanan tentara bersenjata lengkap.
Begitu tiba di tempat eksekusi, tiap tentara menempati posisinya dengan senjata siap. Para perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk memasang instalasi tiang gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentara eksekutor mengalungkan tali gantung ke leher Beliau dan para tahanan lain. Setelah semua siap, seluruh petugas bersiap menunggu perintah eksekusi.
Di tengah suasana ‘maut’ yang begitu mencekam dan menggoncangkan jiwa itu, aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan mengagumkan. Ketika tali gantung telah mengikat leher mereka, masing-masing saling bertausiyah kepada saudaranya, untuk tetap tsabat dan shabr, serta menyampaikan kabar gembira, saling berjanji untuk bertemu di Surga, bersama dengan Rasulullah tercinta dan para Shahabat. Tausiyah ini kemudian diakhiri dengan pekikan, “ALLAHU AKBAR WA LILLAHIL HAMD!” Aku tergetar mendengarnya.
Di saat yang genting itu, kami mendengar bunyi mobil datang. Gerbang ruangan dibuka dan seorang pejabat militer tingkat tinggi datang dengan tergesa-gesa sembari memberi komando agar pelaksanaan eksekusi ditunda.
Perwira tinggi itu mendekati Sayyid Qutb, lalu memerintahkan agar tali gantungan dilepaskan dan tutup mata dibuka. Perwira itu kemudian menyampaikan kata-kata dengan bibir bergetar, “Saudaraku Sayyid, aku datang bersegera menghadap Anda, dengan membawa kabar gembira dan pengampunan dari Presiden kita yang sangat pengasih. Anda hanya perlu menulis satu kalimat saja sehingga Anda dan seluruh teman-teman Anda akan diampuni”.
Perwira itu tidak membuang-buang waktu, ia segera mengeluarkan sebuah notes kecil dari saku bajunya dan sebuah pulpen, lalu berkata, “Tulislah Saudaraku, satu kalimat saja… Aku bersalah dan aku minta maaf…”
(Hal serupa pernah terjadi ketika Ustadz Sayyid Qutb dipenjara, lalu datanglah saudarinya Aminah Qutb sembari membawa pesan dari rejim thowaghit Mesir, meminta agar Sayyid Qutb sekedar mengajukan permohonan maaf secara tertulis kepada Presiden Jamal Abdul Naser, maka ia akan diampuni. Sayyid Qutb mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Telunjuk yang sentiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalatnya, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rejim thowaghit…”. Pent)
Sayyid Qutb menatap perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyum tersungging di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa Beliau berkata, “Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana ini dengan Akhirat yang abadi”.
Perwira itu berkata, dengan nada suara bergetar karena rasa sedih yang mencekam, “Tetapi Sayyid, itu artinya kematian…”
Ustadz Sayyid Qutb berkata tenang, “Selamat datang kematian di Jalan Allah… Sungguh Allah Maha Besar!”
Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. Kami menyaksikan gunung menjulang yang kokoh berdiri mempertahankan iman dan keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi tanda eksekusi untuk dilanjutkan.
Segera, para eksekutor akan menekan tuas, dan tubuh Sayyid Qutb beserta kawan-kawannya akan menggantung. Lisan semua mereka yang akan menjalani eksekusi itu mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan untuk selama-lamanya… Mereka mengucapkan, “Laa ilaha illah Allah, Muhammad Rasulullah…”
Sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk bertobat, takut kepada Allah, dan berusaha menjadi hambaNya yang sholeh. Aku sentiasa berdoa kepada Allah agar Dia mengampuni dosa-dosaku, serta menjaga diriku di dalam iman hingga akhir hayatku.
Diambil dari kumpulan kisah: “Mereka yang kembali kepada Allah”
Oleh: Muhammad Abdul Aziz Al Musnad
Diterjemahkan oleh Dr. Muhammad Amin Taufiq.
Courtesy: Al Firdaws English Forum

Thursday, 20 February 2014

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakaatuh

Orang tua hebat yang dirahmati Allah, Insya Allah Sekolah Islam Terpadu Al Fityah menerima Calon Peserata Didik Baru TA 2014-2015



Hatur nuhun pisan....

Tuesday, 11 February 2014

Fatwa KH. Hasyim Asy’ari Mengenai Kesesatan Syi’ah


KH. Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)



Surakarta (An-najah.net) – Jauh Hari sebelum Revolusi Iran tahun 1979. Dimana Khomeini berusaha mengeksport ajaran syiahnya keseluruh negeri-negeri kaum muslimin termasuk Indonesia.  KH. Hasyim Asy’ari telah membuat suatu Qanun yang isinya didalamnya mewanti-wanti agar kaum Nahdiyin (NU) berpegang teguh dengan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah serta mewaspadai dan tidak mengikuti faham syiah. (Habib Ahmad Zain Alkaf, Export Revolusi Syiah Ke Indonesia, hal 217 – 218)
Dalam Qanun Asasi Li Jam’iyah Nahdlatul Ulama hamalan tujuh tersebut. Beliau menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Saw yang berbunyi :
قَالَ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : إِذَا ظَهَرَتِ الْفِتَنُ أَوِ الْبِدَعُ وَ سُبُّ أَصْحَابِى فَلْيُظْهِرِ الْعَالِمُ عِلْمَهُ, فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَ الْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ, لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً (أخرجه الخطيب في الجامع بين أداب الراوى السامع)
“Apabila timbul fitnah atau bid’ah, dimana sahabat-sahabatku dicaci maki, maka setiap orang yang berilmu diperintahkan untuk menyampaikan ilmunya (menyampaikan apa yang ia ketahui mengenai kesesatan syiah). Dan barang siapa tidak melaksanakan perintah tersebut, maka dia akan mendapat laknat dari Allah dan dari Malaikat serta dari seluruh manusia. Semua amal kebajikannya, baik yang berupa amalan wajib maupun amalan sunnah tidak akan diterima oleh Allah”.
Kemudian dihalaman kesembilan KH. Hasyim Asy’ari dalam Qanun Asasinya beliau berfatwa, bahwa madzhab yang paling benar dan cocok untuk di ikuti di akhir zaman ini adalah empat madzhab yaitu Safi’I, Maliki, Hanafi, dan Hambali semua ini adalah Ahlus sunnah wal Jama’ah.
Selanjutnya beliau berkata; “Selain empat madzhab tersebut ada lagi madzhab syi’ah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah, tapi keduanya adalah ahli bid’ah, tidak boleh mengikuti atau berpegangan dengan kata-kata mereka.
Adapun mengenai assawadul a’dhom (golongan terbanyak) sebagai tanda golongan yang selamat dan akan masuk surga, maka di halaman ke Sembilan Qanun Asasi tersebut. KH. Hasyim Asy’ari telah mengutip sabda Rasulullah Saw :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِتَّبِعُوْا السَّوَادَ الأَعْظَمِ
Rasulullah Saw bersabda : “Ikutilah kalian kepada golongan terbanyak”.
Menanggapi Hadits assawadul a’dhom tersebut, KH. Hasyim Asy’ari berfatwa; “Karena fakta membuktikan bahwa empat madzhab yaitu syafi’I, Maliki, Hanafi, dan Hambali (kesemuanya Ahlus sunnah Wal Jama’ah) tersebut merupakan madzhab yang paling banyak pengikutnya, maka barangsiapa mengikuti madzhab empat tersebut mengikuti Asswadul A’dhom dan siapa saja keluar dari empat madzhab tersebut, berarti telah keluar dari Assawadul A’dhom”.
Dengan adanya fatwa-fatwa tersebut diatas, jelas bagi kita bahwa KH. Hasyim Asy’ari sudah berusaha agar kaum Nahdiyyin berpegang teguh dengan empat madzhab Ahlus sunnah serta waspada dan tidak sampai terpengaruh dengan propaganda syiah.
Dengan demikian, menurut Habib Ahmad Zain Alkaff; kalau ada kyai NU yang tidak beraqidah Ahlus sunnah wal jama’ah maka dia bukan orang NU, karena dia telah menyimpang dari ajaran KH. Hasyim Asy’ari.
Anggota Majelis Tinggi NU Jawa Timur ini menegaskan  kalau ada kyai apalagi pengurus NU yang membela Syi’ah dan selalu berhubungan dengan Syi’ah, maka dia adalah penghianat NU sebab dia telah berhianat terhadap ajaran KH. Hasyim Asy’ari. (Anwar/annajah)

Friday, 17 January 2014

41 Foto Kekejaman Tentara Irak Terbongkar

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK --
Foto seorang tentara Amerika Serikat sedang mengacungkan senjata ke jenazah pejuang Irak.
Sebanyak 41 foto kekejaman tentara Amerika Serikat ketika menginvasi Irak pada 2004 lalu terbongkar. Satu di antaranya memperlihatkan seorang tentara AS sedang membakar jenazah seorang pejuang Irak di Distrik Fallujah.

Seperti dilaporkan The Dailymail, foto-foto itu diterbitkan TMZ.com. Namun, tidak semua foto diluncurkan ke publik, mengingat banyaknya foto yang dinilai tidak manusiawi.

Di foto lainnya memperlihatkan seorang tentara AS menuangkan cairan sejenis bensin ke jenazah pejuang Irak lalu membakarnya. Ada juga foto yang memperlihatkan jenazah-jenazah yang telah hangus dibakar tentara Paman Sam.

"Beberapa foto, termasuk yang memperlihatkan jasad yang dimakan oleh seekor anjing, tidak bisa ditayangkan karena terlalu kejam," tulis TMZ, seperti dikutip The Dailymail, Kamis (16/1).

Juru bicara Kementerian Pertahanan AS, Kolonel Bill Speaks mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kebenaran foto-foto tersebut. "Kami menyadari foto yang diterbitkan TMZ.com yang menunjukkan seseorang mengenakan seragam Marinir AS, membakar jasad manusia," ujar Kolonel Bill Speaks.

Bill menegaskan, aturan militer secara tegas melarang menganiaya jasad musuh yang telah meninggal. Menurutnya, sebuah kejahatan besar jika memperlakukan jasad lawan perang dengan sadis. Ia menyatakan, jika foto itu benar, tentara yang bersangkutan bisa saja diberhentikan dan dipenjara.

Ini bukan kali pertama foto-foto kekejaman tentara AS tersebar. Pada 2012, sebuah video memperlihatkan kebiadaban tentara AS yang mengencingi jasad pejuang Taliban. Video tersebut sempat menghebohkan dan mendapat kecaman keras dari pihak Taliban di Afghanistan.

Saturday, 27 July 2013

Dwilogi Puisi Buya Hamka – Buya Mohammad Natsir, Sebuah Teladan Yang Jarang

Kepada Saudaraku M. Natsir
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu …….!
Puisi ini ditulis oleh Buya HAMKA dalam salah satu sidang konstituante, setelah mendengar isi pidato M.Natsir yang menawarkan Islam sebagai sistem negara
Sajak berbalas dari M. Natsir untuk Buya Hamka
Saudaraku Hamka, Lama, suaramu tak kudengar lagi
Lama…
Kadang-kadang,
Di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur,
Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut,
Kudengar, tingkatan irama sajakmu itu,
Yang pernah kau hadiahkan kepadaku,

Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam ”Daftar”.
Tiba-tiba,
Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,
Rayuan umbuk dan umbai silih berganti,
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,
Yang biasa bersenandung itu,
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.

Aku tersentak,
Darahku berdebar,
Air mataku menyenak,
Girang, diliputi syukur

Pancangkan !
Pancangkan olehmu, wahai Bilal !
Pancangkan Pandji-pandji Kalimah Tauhid,
Walau karihal kafirun…
Berjuta kawan sefaham bersiap masuk
Kedalam ”daftarmu” … *

Saudaramu,
Tempat, 23 Mei 1959
*Sajak ini ”ditengah-tengah sipongah mortir”, tanggal 23 Mei 1959 sesudah tersiar pidato Prof. Dr. Hamka di Gedung Konstituante Bandung, yang antara lain menegaskan, “bahwa trias politika sudah kabur di Indonesia, demokrasi terpimpin adalah totalitarisme, Front Nasional adalah partai ”Negara"


sumber : Badrut Tamam Gaffas

Because children are a gift

 The largest digital maze collection for children! With over 5000 maze designs ranging from beginner to expert, it provides endless fun tha...