Monday 20 August 2012

Sesaat di Samudera-Nya 14/2/07


Lembayung senja sekejap lelah menggibas siang berlalu. Pun penatku kian ungkapkan bisu dari bui rongga ucapku. Kuhela nafas perlahan agarku bisa tenang menendang sepiku tanpamu. Aiya, engkau dimana saat ini, nomor kamu masih sama khan, tidak salah sambung. But kenapa telponnya gak diangkat-angkat.
“Ren, kok Aiya belum tiba juga, emangnya dia lagi kemana? Mm coba tengok, sekarang jam berapa?”. Gumamku memecah hening di sebuah ruangan tempat anak-anak berkumpul menghabiskan waktu. Ups! aku kenalkan dulu dengan suatu ruangan sempit tapi bersih, itulah tempatku. Mungkin di tempat inilah teman-temanku betah main gitar atau ngorek-ngorek radio-tape. Apalagi kalau Kulun datang. Ow…Mungkin bisa pecah ini telinga. Coba bayangin aja, tiap lagu-lagu baru pasti di absent-nya. Pokoknya mulai dari Meggy A. sampai ke Meggy Z., Cape Dech!. Jujur, kalau suara Kulun itu super banget. Super Fales!!!, super ancur maksudnya he he. Bisa lah kamu-kamu beli kaset dan CD-nya di toko besi terdekat kamu, Available now! Mungkin tak se-elok SBY melantunkan lagu Selendang Sutra kalie yee. Mm jadi inget nich, saat perpisahan sebelum aku pergi dari Bandung. Aku pernah memuji kulun begini,”Lun, suara maneh bagus euy, tapi lebih bagus lagi diam”. Sorry friend I am Cuma becanda.
“ Sabarlah Bang, mungkin dia lagi Bantu-bantu ibunya. Sekarang sudah hampir jam setengah enam nie” hirau Rena, sobat karib Aiya.
Tik…tik…tik waktu berjalan, sudah saatnya aku nyalakan lampu kamarku, kuhela nafas sedikit kecewa karena orang yang kuharapkan kedatangannya tak kunjung tiba.
“Bang, Rena ijin pulang ya! Nampaknya Aiya lagi sibuk kali Bang. Sabar aja ya Bang. Khan masih ada hari esok”. Rena hendak berkemas, sekilas kulihat tercecer lembar tugas yang ia foto kopi sebelum hadir ke rumahku.
“Oh Iya Bang, Kenapa gak titip pesan aja, biar Rena yang sampaikan ke Aiya?” Tawar Rena.
“Ren, Abang harus mulai dari mana. Abang bingung Ren!” Keluhku.
“Emangnya ada masalah apa sih Bang, sampai segitunya? Cerita aja ke Rena, mungkin Rena bisa Bantu”. Lanjutnya.
Ya Tuhan, mungkin inilah saatnya aku bicara tentang keadaanku. Tapi gimana ya?
“Ren, Abang gak akan lama lagi di sini, Abang akan pergi jauh”. Kataku.
“Memangnya Abang mau kemana, gak jauh-jauh amat khan!” Potong Rena.
“Abang akan ke Sumatra, Ren”. Jawabku.
“Ya Tuhan, Bang! Rena gak salah dengar khan Bang! Kenapa harus sejauh itu Bang?” Kerut Rena.
“Abang harus kerja Ren! Abang sayang sama Aiya. Abang gak mau ngecewain Aiya” Tukasku.
“Tapi khan Bang, disini juga khan banyak pekerjaan, lantas Band Abang mau di kemana-in?” usul Rena.
“Ren, Abang gak mau mimpi lagi, Abang udah bosan Ren. Abang kurang nyaman sama mereka. Abang udah muak sama orang-orang kaya itu, mereka gak pernah sadar siapa mereka, yang mereka tau hanya menjadi raja-raja saja”. Jawabku. Ya Tuhan ampuni aku yang sudah ghibah, tapi sungguh perasaan inilah yang menjadi tanda Tanya di hidupku. Ya secara langkah kami Cuma tinggal selangkah lagi untuk lanjutin gerakan underground Rock n’ Roll katanya. Mungkin sudah saatnya aku buang jauh-jauh CD-CD yang gak mendidik aku banget. Goodbye untuk mu wahai Smoke On The Water, Higway Star, Future World-Helloween and Mr. Big atau apa lah. Fuck U’re! .
“Lantas Abang mau pergi begitu saja. Bang, Aiya mau di kemana-in?” Potong Rena.
“Ren, jujur Abang mengharapkan sekali kalau Aiya mau datang ke sini, biar Abang bisa jelasin semua”. Tuturku.
“Ya udah Bang, kalau itu memang pilihan Abang, tapi Bang Rena mohon Abang bisa berubah fikiran”. “Bang, Rena pulang dulu ya! Nanti Rena nyuruh Aiya ke sini ya!”. Pamit Rena.
“Makasih ya Ren, Abang sudah ngerepotin Rena” Ucapku.
“Biasa kali Bang, kan kita teman”.
***
Duh pegel juga ini tangan baru juga tiga bait aku nulis surat kaya ginian. Ups! Bukannya sekarang bukannya zaman Siti Nur Haliza lagi khan, sms kek, telpon kek atau apa. Tapi gak apa-apa untuk saat ini,moga aja iklan yang memuakkan itu gak tayang lagi di TV bututku,”Hari Gini Gak Punya HP!”.
“Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikum salam, eh Rena. Masuk aja ke dalam! Eh Ade tolong ambilin the buat Kak Rena” Suruhku.
“Gimana Ren, sudah jumpa ma Aiya?” tanyaku.
“Bang, kayaknya dia gak serius ma Abang” Keluh Rena.
“Memangnya kenapa Ren?” penasaran.
“Bang, sebenarnya tadi sore itu dia sengaja kabur dari Abang, gak tau lah Bang!” Jawabnya.
“Lantas kamu sudah bilang kalau Abang mau pergi?”
“Justru itu masalahnya Bang, dia sepertinya gak peduli lagi sama Abang” Tukasnya.
“Ren, sebenarnya Abang baru selesai buat surat untuk Aiya dari tadi, Abang gak tau lagi mesti gimana, bentar ya!”
“Ren, ini suratnya, kamu boleh membacanya sekarang”.
“Tapi Bang, ini khan buat Aiya” Sahut Rena.
“Tidak Ren, sepertinya surat ini sudah kadaluarsa karena Aiya sudah gak peduli lagi sama Abang. Tapi Ren, kamu bisa membaca hati Abang khan! Abang sangat sayang dia,Ren.Abang melakukan ini semua untuk dia”. Keluhku.
“Lalu kenapa Abang suruh Rena untuk kirim surat ini?” Protes Rena.
“Ren, Abang besok pagi perginya, nanti kalau Rena ketemu dia lagi, coba Tanya dia lagi, apakah dia masih bisa menunggu Abang atau sebaliknya. Kalau Aiya seperti yang Abang harapkan, maka berikan surat ini. Namun apabila, sedikitpun Aiya tak peduli lagi sama Abang, maka sobek saja surat ini tanpa sepengetahuan Aiya kalau Abang bikit surat buat dia”. Ujarku.
“Mm Bang, suratnya Rena baca dulu ya!” Usul Rena.
“Itu terserah Rena, tapi Ren, ingat ya pesan Abang tadi!” Helaku.
Bandung, maafkan aku. Terima kasihku karena engkau telah berikan hikmah dalam hidupku. Mungkin ini sudah suratan dari-Nya yang harus aku jalani. Dan ada satu keyakinan bahwa cinta itu masih ada.
Bandung, 13 Februari 2008
Dear Aiya,
Aiya kekasihku, mungkin saat ini aku sudah berada di atas samudera-Nya Yang Maha Luas. Meter demi meter telah aku lalui, kilometer demi kilometer jarak kian menjadi dogma untukku, bahwaku telah jauh darimu. Sungguh jauh dan begitu jauh terlampaui.
Aiya kekasihku, aku pergi mencari sesuatu yang belum pernah aku cari. Yaitu cintamu di atas senyuman syahdu di setiap lembayung sore itu. Pun tawa nan simpul, senyum itu sejenak merapuh saat kataku tertahan di bibirku. Berat kata ini telah menjadi beban yang harus aku ungkap. Hingga aku buka rahasiamu, bahwamu benar-benar se-utuhnya untukku.
Aiya kekasihku, sekarang aku telah jauh darimu. Bukan sungai yang biasa kita lintasi dengan dua batang bambu seperti dulu saat kita terjatuh dan basah kuyup. Sejenak kemerahan muka manismu menahan malu karena secara tak sadar kita menjadi tontonan pe-jalan kaki. Aiya, yang menjadi batas kita adalah laut, ya laut. Namun kasih betapa pun jauh menjadi batas antara kita, kuharap kau bisa nantikanku di batas waktumu. Hingga aku yakin bahwa setiamu adalah selimutmu.
Aiya kekasihku, aku titipkan keluargaku kepadamu. Aku sangat menyayangi mereka. Seringlah main kerumah, karena mereka sudah anggapmu seperti keluarga sendiri.
Aiya kekasihku, inilah awal jalanku temuimu kelak.
Kekasihmu


Oleh : Ibnu Abdurrahim Assundawie

No comments:

Post a Comment